Pengertian dan Sumber Hukum Islam
Posted By Mangihot pasaribu on Minggu, 19 Februari 2017 | 14.03.00
Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini terdapat dalam Al Qur’an dan dijelaskan oleh nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya melalui Sunnah beliau yang kini terhimpun dengan baik dalam kitab-kitab hadits. Juga dapat diartikan sebagai hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Yang diatur tidak hanya hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, manusia dengan benda dan alam semesta, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan.
Perkataan hukum yang dipergunakan sekarang dalam bahasa Indonesia berasal dari kata hukum dalam bahasa arab. Artinya, norma atau kaidah yakni ukuran, patokan, pedoman yang diperguanakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda. Hubungan antara perkataan hukum dalam bahasa Indonesia tersebut diatas dengan hukum dalam pengertian norma dalam bahasa arab itu memang erat sekali. Setiap peraturan, apapun macam dan sumbernya mengandung norma atau kaidah sebagai intinya. Dalam ilmu hukum Islam kaidah itu disebut hukum. Itulah sebabnya maka didlam perkataan sehari-hari orang berbicara tentang hukum suatu benda atau perbuatan. Yang dimaksud, seperti telah disebut diatas, adalah patokan, tolak ukur, kaidah atau ukuran mengenai perbuatan atau benda itu (Mohammad Daud Ali, 1999:39).
Dalam islam, hukum islam dikenal sebagai sya’riat. Sya’riat menurut asal katanya berarti jalan menuju mata air, Dari asal kata tersebut sya’riat Islam berarti jalan yang lurus ditempuh seorang muslim. Menurut istilah, Sya’riat berarti aturan atau undang-undang yang diturunkan Allah untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia sebagai hamba Allah, individu, warga, dan subyek alam semesta. Sya’riat merupakan landasan fiqih. Pada prinsipnya syari’at adalah wahyu Allah yang terdapat dalam al- Quran dan sunah Rasulullah. Syari’at bersifat fundamental, mempunyai lingkup lebih luas dari fiqih, berlaku abadi dan menunjukkan kesatuan dalam islam. Sedangkan fiqih adalah pemahaman manusiayang memenuhi syarat tentang sya’riat. Oleh karena itu lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia, dan karena merupakan hasil karya manusia maka ia tidak berlaku abadi, dapat berubah dari masa ke masa dan dapat berbeda dari tempat yang lain. Hal ini terlihat pada aliran-aliran yang disebut dengan mazhab. Oleh karena itu fiqih menunjukkan keragaman dalam hukum Islam. (Mohammad Daud Ali, 1999:45-46).
Sebagai sistem hukum, hukum Islam tidak boleh dan tidak dapat disamakan dengan sistem hukum yang lain yang pada umumnya berasal dari kebiasaan masyarakat dan hasil pemikiran manusia dan budaya manusia pada suatu saat di suatu masa. Berbeda dengan sistem hukum yang lain, hukum Islam tidak hanya merupakan hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia di sutu tempat tapi dasarnya ditetapka oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini terdapat dalam Al-Quran yang dijelaskan oleh nabi Muhammad sebagai rasul –Nya melalui sunnah beliau yang kini terhimpun dalam kitab-kitab hadits. Dasar inilah yang membedakan hukum islam secara fundamental dengan hukum-hukum lain yang semata-mata lahir dari kebiasaan dan hasil pemikiran dan perbuatan manusia.
A. Sumber-Sumber Hukum Islam
1. Al Qur’an (القرآن)
Adalah kitab suci umat islam. Kitab tersebut diturunkan kepada nabi terakhir, yaitu nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril. Al-qur’an memuat banyak sekali kandungan. Kandungan-kandungan tersebut berisi perintah, larangan, anjuran, ketentuan, dan sebagainya.
Al-qur’an menjelaskan secara rinci bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupannya agar tercipta masyarakat yang madani. Oleh karena itulah, Al-Qur’an menjadi landasan utama untuk menetapkan suatu hukum.
2. As Sunnah (Al-Hadits)
Sunnah dalam Islam mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah menjalani hidupnya atau garis-garis perjuangan / tradisi yang dilaksanakan oleh Rasulullah. Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Quran. Narasi atau informasi yang disampaikan oleh para sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah disebut sebagai hadits. Sunnah yang diperintahkan oleh Allah disebut Sunnatullah.
3. Ijma’ (إجماع)
Adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Ijma' terbagi menjadi dua:
- Ijma' Qauli, yaitu suatu ijma' di mana para ulama' mengeluarkan pendapatnya dengan lisan ataupun tulisan yang meneangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di masanya.
- Ijma' Sukuti, yaitu suatu ijma' di mana para ulama' diam, tidak mengatakan pendapatnya. Diam di sini dianggap menyetujui.
4. Taklid atau Taqlid (تقليد)
Adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui sumber atau alasannya.
5. Mazhab (مذهب,)
Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang dinamakan mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.
6. Qiyas
Menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya
7. Bid‘ah (بدعة)
Dalam agama Islam berarti sebuah perbuatan yang tidak pernah diperintahkan maupun dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW tetapi banyak dilakukan oleh masyarakat sekarang ini. Hukum dari bidaah ini adalah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan baru atau penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit (ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan rukunnya.
8. Istihsan (استحسان)
Adalah kecenderungan seseorang pada sesuatu karena menganggapnya lebih baik, dan ini bisa bersifat lahiriah (hissiy) ataupun maknawiah; meskipun hal itu dianggap tidak baik oleh orang lain.
Sifat Hukum Islam
Menurut Tahir Azhary, ada tiga sifat hukum islam yakni bidimensional, adil, dan individualistik.
· Bidimensional artinya mengandung segi kemanusiaan dan segi ketuhanan (Ilahi). Di samping itu sifat bidimensional juga berhubungan dengan ruang lingkupnya yang luas atau komprehensif. Hukum Islam tidak hanya mengatur satu aspek saja, tetapi mengatur berbagai aspek kehidupan manusia. Sifat dimensional merupakan sifat pertama yang melekat pada hukum islam dan merupakan sifat asli hukum Islam.
· Adil, dalam hukum Islam keadilan bukan saja merupakan tujuan tetapi merupakan sifat yang melekat sejak kaidah – kaidah dalam sya’riat ditetapkan. Keadilan merupakan sesuatu yang didambakan oleh setiap manusia baik sebagai individu maupun masyarakat.
· Individualistik dan Kemasyarakatan yang diiikat oleh nilai-nilai transedental yaitu Wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan sifat ini, hukum islam memiliki validitas baik bagi perseorangan maupun masyarakat. Dalam sistem hukum lainnya sifat ini juga ada, hanya asaja nilai-nilai transedental sudah tidak ada lagi. (Mohammad Tahir Azhary, 1993:48-49)
Ciri-ciri Hukum Islam
- Merupakan bagian dan bersumber dan Agama islam
- Mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat di pisahkan dan aqidah dan akhlak.
- Mempunyai dua istilah kunci.
- Tediri atas dua bidang utama.
- Strukturnya berlapis.
Ruang Lingkup Hukum Islam
Hukum islam baik dalam pengertian syari’at maupun fiqih dibagi menjadi dua bagian besar, yakni bidang ibadah dan muamalah. Ibadah artinya menghambakan diri kepada Allah dan merupakan tugas hidup manusia. Ketentuannya telah diatur secara pasti oleh Allah dan dijelaskan oleh Rasul-Nya. Dengan demikian tidak mungkin adanya perubahan dalam hukum dan tata caranya, yang mungkin berubah hanyalah penggunaan alat-alat modern dalam pelaksanaannya. Adapun mu’amalat adalah ketetapan Allah yang langsung mengatur kehidupan sosial manusia meski hanya pada pokok-pokoknya saja. Oleh karena itu sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad.
Hukum islam tidak membedakan dengan tajam antara hukum perdata dan hukum publik seperti halnya dalam hukum barat. Hal ini disebabkan karena menurut hukum islam pada hukum perdata ada segi-segi publik dan begitu pula sebaliknya. Dalam hukum Islam yang disebutkan hanya bagian-bagiannya saja.
Menurut H. M. Rasjidi bagian-bagian hukum islam adalah
1. Munakahat yakni hukum yang mengatur segala sesuatu yang mengenai perkawinan, perceraian, serta akibat-akibatnya.
2. Wirasah mengatur segala masalah yang menyangkut tentang warisan. Hukum kewarisan ini juga disebut faraid.
3. Muamalah dalam arti khusus, yakni hukum yang mengatur masalah kebendaan dan tata hubungan manusia dalam soal ekonomi.
4. Jinayat (‘ukubat) yang menuat aturan-aturan mengenai perbuatan yang diancam dengan baik dalam bentuk jarimah hudud (bentuk dan batas hukumannya sudah ditentukan dalam Alqur’an dan hadis) maupun jar h ta’zir (bentuk dan batas hukuman ditentukan penguasa).
5. Al Ahkam as-sulthaniyah yakni hukum yang mengatur urusan pemerintahan, tentara, pajak, dan sebagainya.
6. Siyar adalah hukum yang mengatur perang, damai, tata hubungan dengan negara dan agama lain.
7. Mukahassamat mengatur peradilan, kehakiman, dan hukum acara. (H. M. Rasjidi, 1980: 25-26)
Dari hal-hal yang sudah dikemukakan di atas, jelas bahwa hukum islam itu luas, bahkan bidang-bidang tersebut dapat dikembangkan masing-masing spesifikasinya lagi.
Tujuan Hukum Islam
Maqasih syariah (tujuan hukum islam) maksudnya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam aturan-aturan islam. Tujuan akhir dari hukum islam pada dasarnya adalah kemaslahatan manusia di dunia dan di akherat. Adapun tujuan hukum Islam secara umum adalah untuk mencegah kerusakan pada manusia, mengarahkan mereka pada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akherat, dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan manusia.Berikut ini adalah beberapa dari tujuan hukum islam :
Pemeliharaan atas keturunan
Hukum islam telah menetapkan aturan beserta hukum untuk mencegah kerusakan atas nasab dan keturunan manusia.contohnya, islam melarang zina dan menghukum pelakunya.
(QS. Al-Israa’ : 32)
“dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
¥ Pemeliharaan atas akal
Islam menetapkan aturan yang melarang umatnya mengkonsumsi segala sesuat yang dapat merusak akal. Di sisi lain, islam mengajarkan umatnya agar menuntut ilmu mentaddaburi alam, dan berpikir untuk mengembangkan kemampuan akal. Allah memuji orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan.
(QS. Az-Zumar : 9)
“Katakanlah, ‘apakah sama antara orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui.”
¥ Pemeliharaan untuk agama
Islam tidak pernah memaksa seseorang untuk masuk dan menganut agama islam. Allah telah berfirman
(QS. Al-Baqarah : 256)
}لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaan untuk agama. Tidak ada paksaan untuk agama. Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat...”
Fungsi Hukum Islam dalam Kehidupan Bermasyarakat
Peranan hukum islam dalam masyarakat sebenarnya cukup banyak , namun dalam pembahasan ini hanya akan dikemukakan peranan utamanya saja, yakni:
· Fungsi Ibadah. Fungsi Utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah SWT.
· Fungsi amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Hukum Islam mengatur kehidupan manusia sehingga dapat menjadi kontrol sosial. Dari fungsi inilah dapat dicapai tujuan hukum islam, yakni mendatangkan kemaslahatan (manfaat) dan menghindarkan kemadharatan (sia-sia) baik di dunia maupun di akhirat.
· Fungsi zawajir. Adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi hukum islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi umat dari segala perbuatan yang membahayakan.
· Fungsi tanzim wa islah al-ummah. Sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan memperlancar interaksi sosial. Keempat fungsi tersebut tidak terpisahkan melainkan saling berkaitan. (Ibrahim Hosen, 1996:90)
0 comments:
Post a Comment